Senin, 03 Januari 2011

Ketika masalah itu datang...

Hutang memang seolah tidak pernah terlepas dari sebuah kegiatan usaha. Pengusaha pemula dengan semangat optimisme yang tinggi sering memanfaatkan kredit bank sebagai modal usaha. Dan saya tidak memungkiri  bahwa saya adalah salah satu pelaku usaha yang memanfaatkan kredit bank sebagai modal usaha. Jika kilas balik ke belakang,  saya memulai usaha sejak tahun 2000, awal usaha saya adalah mangelola usaha perdagangan computer retail, hardware, software milik seorang teman, hingga tahun 2003 aku dan suami membuka usaha kami sendiri. Dari situlah awal saya mengenal kredit bank, baik KTA atau kartu kredit. Awalnya 1 KTA dan 1 Kartu kredit. Usaha kami berkembang, kredit bank kami nilai sangat membantu perkembangan usaha dan kehidupan saya. Dengan reputasi pembayaran yang baik, bagai virus, bank2 lain berdatangan untuk menawarkan kreditnya pada saya. Kredit2 tersebut saya  ambil guna mengembangkan usaha dan menambah cashflow perputaran usaha. Di akhir tahun 2006, suami mengembangkan usaha dibidang AMDK (Air Minum Dalam Kemasan). Rupanya bank mamantau terus perkembangan kami  dan terus memberikan kepercayaan dengan menaikkan limit kredit kami. Seolah begitu mudah dan dimudahkan saya mendapatkan kredit bank. Dan di Awal tahun 2008 saya memutuskan untuk berhenti bekerja yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Suami menghandle  semua usaha di luar rumah dan saya berencana untuk berbisnis di rumah. Dengan niat ingin lebih memperhatikan anak di rumah, saya memulai usaha di bidang sandal karakter. Alhamdulillah, usaha berkembang dan suamipun terjun membantu usaha kami, khususnya dlm produksi. Berkembangnya usaha tentu membuat pendapatan kami semakin bertambah. Tapi dalam pikiran saya sama sekali tidak terpikir (bahkan terbersitpun tidak) untuk menutup hutang2 saya di bank. Saya seolah semakin berambisi untuk lebih mengembangkan bisnis. Saya semakin berani untuk mengambil kredit bank yang lebih besar lagi. Tanpa saya sadari saya sudah mengambil resiko yang begitu besar. Saya hanya berpikir positif dan optimis bahwa selama saya action dan tidak berhenti usaha, pembayaran kredit akan terus berjalan normal, lancarlah pokoknya….
Mungkin pemikiran saya ini banyak pula dialami oleh para pelaku usaha lainnya. Jadi perkembangan usaha bukannya membuat hutang kita semakin berkurang, tapi justru kita makin berambisi, makin berani untuk menciptakan hutang baru. Astaghfirullah….
Dan pemikiran optimis sayapun tidak berjalan sebagaimana skenario yang saya inginkan, musibah itu datang, akhir tahun lalu (2010) usaha kami mengalami penurunan yang sangat drastis, hingga salah satu unit produksi harus berhenti secara total. Masalahpun mulai muncul, saya mulai kesulitan dalam pembayaran kewajiban ke pihak bank. Yah..saya bermasalah dengan hutang….
Saya mulai mencari informasi dari teman2, dari buku2 dan dari internet tentang bagaimana menghadapi bank jika terjadi kredit macet.  Banyak informasi yang saya dapat, semua saya baca dan saya pelajari guna mempersiapkan mental saya saat benar2 saya harus menghadapi nya. Seolah mendapat tuntunan saya menemukan link yang membawaku pada sebuah website yang berjudul IIBF. Cerita akan berlanjut pada posting berikutnya ya, dah nguantuk banget nih….

Entri Populer

 
Blogger Templates